Acquired Immunodeficiency Syndrome atau
Acquired
Immune Deficiency Syndrome (disingkat
AIDS) adalah
sekumpulan gejala dan infeksi (atau:
sindrom)
yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV;
[1]
atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (
SIV,
FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama
Human Immunodeficiency Virus (atau
disingkat
HIV)
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak
langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau
aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
darah,
air mani,
cairan vagina,
cairan preseminal, dan
air
susu ibu.
[2][3]
Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal,
anal,
ataupun
oral),
transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi
selama
kehamilan, bersalin, atau
menyusui,
serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari
Afrika Sub-Sahara.
[4]
Kini AIDS telah menjadi
wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi
38,6 juta orang di seluruh dunia.
[5]
Pada
Januari
2006,
UNAIDS
bekerja sama dengan
WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta
orang sejak pertama kali diakui pada tanggal
5 Juni 1981. Dengan
demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam
sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga
3,3 juta jiwa pada tahun
2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya
adalah anak-anak.
[5]
Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara,
sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan
sumber daya manusia di sana. Perawatan
antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat
kematian
dan
parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap
pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.
[6]
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat
bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya.
Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada
petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat
orang
yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
[sunting] Gejala dan komplikasi
Gejala-gejala utama AIDS.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut
akibat infeksi oleh
bakteri,
virus,
fungi dan
parasit,
yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang
dirusak HIV.
Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita
AIDS.
[7]
HIV memengaruhi hampir semua
organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar
menderita kanker seperti
sarkoma Kaposi,
kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang
disebut
limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti
demam,
berkeringat
(terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa
lemah, serta penurunan berat badan.
[8][9]
Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga
tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah
geografis tempat hidup pasien.
[sunting] Penyakit paru-paru
utama
Pneumonia pneumocystis (PCP)
[10]
jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki
kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya
dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.
Penyebab penyakit ini adalah
fungi Pneumocystis
jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan
tindakan
pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini
umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang,
penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang
belum dites, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali
jika jumlah
CD4 kurang dari 200 per µL.
[11]
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di
antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan
kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan
(respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi,
dapat muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi
pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat
merupakan masalah potensial pada penyakit ini.
Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah
berkurang karena digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan
metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang terjadi di
negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada
stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per µL), TBC muncul
sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering
muncul sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya
(tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak
spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu tempat.TBC yang
menyertai infeksi HIV sering menyerang
sumsum
tulang,
tulang, saluran kemih dan
saluran pencernaan,
hati, kelenjar
getah bening (
nodus limfa regional), dan
sistem
syaraf pusat.
[12]
Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan
tempat munculnya penyakit ekstrapulmoner.
[sunting]
Penyakit
saluran pencernaan utama
Esofagitis
adalah peradangan pada kerongkongan (
esofagus),
yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang
terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur
kandidiasis)
atau virus (
herpes simpleks-1 atau
virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan
oleh
mikobakteria, meskipun kasusnya langka.
[13]
Diare
kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena
berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum
(seperti
Salmonella,
Shigella,
Listeria,
Kampilobakter, dan
Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak
umum dan virus (seperti
kriptosporidiosis,
mikrosporidiosis,
Mycobacterium avium
complex, dan
virus sitomegalo (CMV) yang merupakan
penyebab
kolitis).
Pada beberapa kasus,
diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan
yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama
(primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan
efek samping dari
antibiotik yang digunakan
untuk menangani bakteri diare (misalnya pada
Clostridium difficile). Pada
stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk
terjadinya perubahan cara
saluran pencernaan menyerap nutrisi,
serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang
berhubungan dengan HIV.
[14]
[sunting]
Penyakit
syaraf dan kejiwaan utama
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena
gangguan pada syaraf (
neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan
oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan,
atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis adalah penyakit yang
disebabkan oleh
parasit bersel-satu, yang disebut
Toxoplasma
gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang
otak akut (toksoplasma
ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi
dan menyebabkan penyakit pada
mata dan
paru-paru.
[15]
Meningitis kriptokokal adalah infeksi
meninges
(membran yang menutupi otak dan
sumsum tulang belakang) oleh jamur
Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat
menyebabkan demam,
sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien
juga mungkin mengalami
sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani
dapat mematikan.
Leukoensefalopati
multifokal progresif adalah penyakit
demielinasi, yaitu penyakit yang
menghancurkan selubung syaraf (
mielin) yang menutupi serabut sel syaraf
(
akson),
sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh
virus JC,
yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan
menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah,
sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat
(progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan
kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
[16]
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (
demensia)
yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (
ensefalopati
metabolik)
yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya
pengaktifan imun oleh
makrofag dan
mikroglia
pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan
neurotoksin.
[17]
Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan
kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah
infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah
sel T CD4
+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah.
Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar
10-20%,
[18]
namun di
India
hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.
[19][20]
Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di
India.
[sunting]
Kanker
dan tumor ganas (malignan)
Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih
tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh
virus
DNA penyebab
mutasi genetik; yaitu terutama
virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi
(KSHV), dan
virus papiloma manusia (HPV).
[21][22]
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang
terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual
tahun
1981
adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan
oleh virus dari subfamili
gammaherpesvirinae, yaitu
virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus
herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam
bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama
mulut,
saluran pencernaan, dan paru-paru.
Kanker getah bening tingkat tinggi (
limfoma sel B)
adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam
kelenjar getah bening, misalnya seperti
limfoma Burkitt (
Burkitt's lymphoma) atau sejenisnya
(
Burkitt's-like lymphoma),
diffuse large B-cell lymphoma
(DLBCL), dan
limfoma sistem syaraf pusat
primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker
ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (
prognosis)
yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS.
Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh
virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.
Kanker leher rahim pada wanita yang
terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh
virus
papiloma manusia.
Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti
limfoma Hodgkin,
kanker usus besar bawah
(
rectum), dan kanker
anus. Namun demikian, banyak tumor-tumor
yang umum seperti
kanker payudara dan
kanker usus besar (
colon), yang tidak meningkat
kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya
terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART)
dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan
AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi
penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.
[23]
[sunting]
Infeksi
oportunistik lainnya
Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala
tidak spesifik, terutama
demam
ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini
termasuk infeksi
Mycobacterium avium-intracellulare
dan
virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat
menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang
dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (
retinitis sitomegalovirus),
yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur
Penicillium marneffei, atau
disebut
Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik
ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan
kriptokokosis)
pada orang yang positif HIV di daerah endemik
Asia
Tenggara.
[24]
-
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini,
lihat HIV.
HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai
bulatan-bulatan kecil (diwarnai hijau) pada permukaan
limfosit
setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan
mikroskop elektron.
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat
infeksi
HIV. HIV adalah
retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ
vital sistem kekebalan manusia, seperti
sel T CD4+ (sejenis
sel T),
makrofaga,
dan
sel dendritik. HIV merusak sel T CD4
+ secara
langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4
+ dibutuhkan
agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah
membunuh sel T CD4
+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang
dari 200 per
mikroliter (µL)
darah, maka
kekebalan
di tingkat sel akan
hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi
akut HIV akan
berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi
HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah
sel T CD4
+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa
terapi antiretrovirus,
rata-rata
lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai
sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya
sekitar 9,2 bulan.
[25]
Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat
bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang
memengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan
HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.
[26][27]
Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang
yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit
yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya
infeksi lainnya seperti
tuberkulosis,
juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini.
[25][28][29]
Warisan
genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting.
Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV.
[30]
HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda,
yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang
berbeda-beda pula.
[31][32][33]
Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang
rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan
penderita bertahan hidup.
[sunting] Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak
antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan
rektum, alat kelamin, atau
membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif
tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa
pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko
hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko
karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.
[34]
Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena
pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik
terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
[35]
Penyakit menular seksual
meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan
pertahanan
jaringan epitel normal akibat adanya
borok alat
kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (
limfosit
dan
makrofaga)
pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika
Sub-Sahara,
Eropa,
dan
Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali
lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin
seperti yang disebabkan oleh
sifilis
dan/atau
chancroid. Resiko tersebut
juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit
menular seksual seperti
kencing
nanah, infeksi
chlamydia, dan
trikomoniasis
yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.
[36]
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari
pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi.
Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan
tidak konstan antarorang.
Beban
virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa
beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10
kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81%
peningkatan laju transmisi HIV.
[36][37]
Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon,
ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar
terhadap penyakit seksual.
[38][39]
Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus
lain yang lebih mematikan.
[sunting]
Kontaminasi
patogen melalui darah
Poster CDC tahun 1989, yang mengetengahkan bahaya AIDS sehubungan dengan
pemakaian narkoba.
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik,
penderita
hemofilia, dan resipien
transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan
kembali
jarum suntik (
syringe) yang
mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab
penyakit (
patogen),
tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga
hepatitis
B dan
hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik
merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi
hepatitis C di
Amerika Utara,
Republik Rakyat Cina, dan
Eropa
Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum
yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150.
Post-exposure prophylaxis
dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu.
[40]
Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan
lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan
ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima
rajah dan
tindik
tubuh.
Kewaspadaan universal sering kali
tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya
sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5%
dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui
suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.
[41]
Oleh sebab itu,
Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam
masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan
universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
[42]
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di
negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan
pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut
WHO,
mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman
dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah
yang terinfeksi".
[43]
[sunting] Penularan masa
perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (
in utero)
selama masa
perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan
dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke
anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun
demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus
dan melahirkan dengan cara
bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar
1%.
[44]
Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus
pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi
risikonya).
Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.
[45]
Sejak tanggal
5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan
epidemiologi
AIDS, seperti
definisi Bangui dan
definisi
World Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian,
kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan
bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang
digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang,
sistem
World Health
Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis
dan laboratorium; sementara di negara-negara maju digunakan sistem
klasifikasi
Centers
for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.
[sunting] Sistem tahapan
infeksi WHO
Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4
+ pada
rata-rata infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat
bervariasi tiap orang.
jumlah limfosit T CD4+ (sel/mm³) jumlah RNA HIV per mL plasma
Pada tahun 1990,
World Health
Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS
dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan
HIV-1.
[46]
Sistem ini diperbarui pada bulan
September
tahun
2005.
Kebanyakan kondisi ini adalah
infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada
orang sehat.
[sunting] Sistem klasifikasi CDC
Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh
Centers
for Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak
memiliki nama resmi untuk penyakit ini; sehingga AIDS dirujuk dengan
nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah
limfadenopati.
Para penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS dengan nama virus
tersebut.
[47][48]
CDC mulai menggunakan kata AIDS pada bulan
September
tahun
1982,
dan mendefinisikan penyakit ini.
[49]
Tahun
1993,
CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang
jumlah sel T CD4
+ di bawah 200 per µL darah atau 14% dari
seluruh
limfositnya
sebagai pengidap positif HIV.
[50]
Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan kedua definisi
tersebut, baik definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap
AIDS tetap dipertahankan, walaupun jumlah sel T CD4
+
meningkat di atas 200 per µL darah setelah perawatan ataupun
penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.
[51]
Kurang dari 1% penduduk perkotaan di
Afrika
yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya
bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita
mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum
memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima
hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas
kesehatan umum pedesaan.
[51]
Dengan demikian, darah dari para pen
donor
dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis,
harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes
HIV umum, termasuk
imunoasai enzim HIV
dan pengujian
Western blot, dilakukan
untuk mendeteksi
antibodi HIV pada
serum,
plasma, cairan mulut, darah kering, atau
urin pasien.
Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi
pelawan infeksi yang dapat dideteksi (
window period) bagi setiap
orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6
bulan untuk mengetahui
serokonversi
dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi
antigen HIV lainnya, HIV-
RNA, dan HIV-
DNA,
yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan
antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut
tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah
digunakan secara rutin di negara-negara maju.
Perkiraan risiko masuknya HIV per aksi,
menurut rute paparan[52]
Rute paparan |
Perkiraan infeksi
per 10.000 paparan
dengan sumber yang terinfeksi |
Transfusi darah |
9.000[53] |
Persalinan |
2.500[44] |
Penggunaan jarum suntik bersama-sama |
67[54] |
Hubungan seks anal reseptif* |
50[55][56] |
Jarum pada kulit |
30[57] |
Hubungan seksual reseptif* |
10[55][56][58] |
Hubungan seks anal insertif* |
6,5[55][56] |
Hubungan seksual insertif* |
5[55][56] |
Seks oral reseptif* |
1[56]§ |
Seks oral insertif* |
0,5[56]§ |
* tanpa penggunaan kondom
§ sumber merujuk kepada seks oral
yang dilakukan kepada laki-laki |
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah
melalui
hubungan seksual,
persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi,
serta dari ibu ke
janin atau bayi selama periode
sekitar kelahiran (periode
perinatal).
Walaupun HIV dapat ditemukan pada
air liur,
air
mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan
kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko
infeksinya secara umum dapat diabaikan.
[59]
[sunting] Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari
hubungan seksual tanpa
pelindung
antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan
heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di
dunia.
[60]
Selama hubungan seksual, hanya
kondom
pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV
dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik
saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko
penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun
manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap
kesempatan.
[61]
Kondom laki-laki berbahan
lateks, jika digunakan dengan benar tanpa
pelumas
berbahan dasar
minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling
efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan
penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan
bahwa pelumas berbahan minyak seperti
vaselin,
mentega,
dan
lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena
bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom
berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan
pelumas berbahan dasar
air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan
kondom
poliuretan.
[62]
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan
terbuat dari
poliuretan, yang
memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak.
Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah
ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke
dalam
vagina.
Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di
dalam vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus
ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia
dan harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian
awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya
kondom
wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan
meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga
kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.
[63]
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi
menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi
HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per
tahun.
[64]
Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju.
Namun, penelitian atas perilaku dan
epidemiologis
di
Eropa
dan
Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak
muda yang tetap melakukan kegiatan berisiko tinggi meskipun telah
mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan risiko yang mereka
hadapi atas infeksi HIV.
[65]
Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan
transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara
maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan
uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa
sunat
laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual
Afrika
sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak
negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan
berhadapan dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya,
dan perilaku masyarakat. Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi
kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan
perilaku seksual berisiko sehingga mengurangi dampak dari usaha
pencegahan ini.
[66]
Pemerintah
Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan
Pendekatan
ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual.
[67]
Adapun rumusannya dalam
bahasa Indonesia:
[68]
“ |
Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.
|
” |
[sunting]
Kontaminasi
cairan tubuh terinfeksi
Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun
1985-
2003.
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti
mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci
tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk
tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk
mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola,
sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu
menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan.
Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh
fasilitas kesehatan dan
program penukaran jarum. Di sejumlah
negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di
penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah
melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan
penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.
[sunting] Penularan dari ibu
ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan
pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke
anak (
mother-to-child transmission, MTCT).
[69]
Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan
dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi
HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal
tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan
dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera
mungkin.
[5]
Pada tahun
2005,
sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama
melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di
Afrika.
[70]
Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir
90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.
[5]
- Lihat pula HIV
dan Obat antiretrovirus.
Abacavir –
Nucleoside analog reverse transcriptase inhibitor
(NARTI atau NRTI)
Sampai saat ini tidak ada
vaksin
atau obat untuk
HIV
atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan
didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal,
perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus
secara signifikan, disebut
post-exposure prophylaxis
(PEP).
[40]
PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu.
PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti
diare, tidak
enak badan, mual, dan lelah.
[71]
[sunting] Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah
terapi
antiretrovirus yang sangat aktif (
highly active antiretroviral
therapy, disingkat HAART).
[72]
Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV
sejak tahun
1996,
yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan
protease inhibitor.
[6]
Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga
obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau
"kelas") bahan
antiretrovirus.
Kombinasi yang umum digunakan adalah
nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor
(atau NRTI) dengan
protease inhibitor, atau dengan
non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak
daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih
agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa.
[73]
Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang
dokter akan mempertimbangkan
kuantitas
beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental
pasien, saat memilih waktu memulai perawatan awal.
[74]
Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya
jumlah virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya
dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang
tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah
perawatan dihentikan.
[75][76]
Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk
membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART.
[77]
Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat
pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya
penurunan drastis atas tingkat kesakitan (
morbiditas)
dan tingkat kematian (
mortalitas) karena HIV.
[78][79][80]
Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi
dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh
tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah
9.2 bulan.
[25]
Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4
sampai 12 tahun.
[81][82]
Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima
puluh persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal
ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir,
terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV
tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam
menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan
individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART.
[83]
Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur
untuk penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah
kurangnya akses atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial,
penyakit kejiwaan, serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga
kompleks, karena adanya beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis,
pembatasan makan, dan lain-lain yang harus dijalankan secara rutin .
[84][85][86]
Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur
dalam penerapan HAART, antara lain
lipodistrofi,
dislipidaemia,
penolakan insulin, peningkatan risiko
sistem kardiovaskular, dan
kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.
[87][88]
Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu
terinfeksi di dunia tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan
perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut.
[89]
[sunting]
Penanganan
eksperimental dan saran
Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk
menahan epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari
biaya pengobatan lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu
mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan harian.
[89]
Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan
target yang sulit bagi vaksin.
[89]
Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha
mengurangi efek samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk
memudahkan pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik
untuk menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan
bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi
bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV atau AIDS.
Vaksinasi
atas
hepatitis
A dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan
dalam berisiko terinfeksi.
[90]
Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga
disarankan mendapatkan terapi pencegahan (
propilaktik) untuk
pneumonia
pneumosistis, demikian juga pasien
toksoplasmosis dan
kriptokokus
meningitis
yang akan banyak pula mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik
tersebut.
[71]
[sunting] Pengobatan alternatif
Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani
gejala atau mengubah arah perkembangan penyakit.
[91]
Akupunktur
telah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan
syaraf tepi (
peripheral neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan
atau nyeri; namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.
[92]
Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa
tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki
dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi
beragam efek samping negatif yang serius.
[93]
Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen
multivitamin dan mineral kemungkinan mengurangi
perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada bukti
yang menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas) akan berkurang pada
orang-orang yang memiliki status nutrisi yang baik.
[94]
Suplemen
vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga memiliki
beberapa manfaat.
[94]
Pemakaian
selenium dengan dosis rutin harian dapat menurunkan
beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada jumlah CD4.
Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping terhadap berbagai
penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat digunakan sendiri
untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.
[95]
Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alteratif
memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit
ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap
AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam terapi alternatif tersebut
sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari pemakaiannya.
[96]
Namun oleh penelitian yang mengungkapkan adanya
simtoma hipotiroksinemia
pada penderita AIDS yang terjangkit
virus HIV-1, beberapa
pakar menyarankan terapi dengan asupan
hormon
tiroksin.
[97]
Hormon
tiroksin dikenal dapat meningkatkan
laju metabolisme basal sel eukariota[98]
dan memperbaiki gradien pH pada
mitokondria.
[99]
[sunting] Epidemiologi
Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun
2005.
██ 15–50%
██ 5–15% ██ 1–5% |
██ 0.5–1.0%
██ 0.1–0.5% |
██ <0.1%
██ tidak ada data |
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25
juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun
1981, membuat
AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah.
Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di
banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8
juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun
2005 dan lebih
dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak.
[5]
Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.
[5]
Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara
2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari
2003 dan
jumlah terbesar sejak tahun
1981.
[5]
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah
terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa
kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah
anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari
semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari
tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun
2005, terdapat
12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub
Sahara.
[5]
Asia Selatan dan
Asia
Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%.
500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi
HIV/AIDS di
Asia
muncul di
India,
dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9%
dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5
juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini
dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.
[100]
Di 35 negara di
Afrika dengan perataan terbesar,
harapan
hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan
menjadi tanpa penyakit.
[101]
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal
5 Juni 1981, ketika
Centers
for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya
Pneumonia
pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi
diketahui disebabkan oleh
Pneumocystis
jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di
Los
Angeles.
[102]
Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah
HIV-1 dan
HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah
masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di
dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di
Afrika
Barat.
[103]
Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari
primata.
Asal HIV-1 berasal dari
simpanse Pan troglodytes troglodytes yang
ditemukan di
Kamerun selatan.
[104]
HIV-2 berasal dari
Sooty Mangabey (
Cercocebus atys),
monyet dari
Guinea Bissau,
Gabon, dan
Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat
kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan
daging.
[105]
Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama
hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemik AIDS dimulai
pada akhir tahun
1950-an di
Kongo
Belgia sebagai akibat dari penelitian
Hilary Koprowski terhadap
vaksin polio.
[106][107]
Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario
tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.
[108][109][110]
[sunting] Sosial dan budaya
Ryan
White sebagai model poster HIV. Ia dikeluarkan dari sekolah dengan
alasan terinfeksi HIV.
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia
terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain
tindakan-tindakan pengasingan, penolakan,
diskriminasi,
dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya
uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau
perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap
orang-orang yang terinfeksi HIV.
[111]
Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang
untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau
berusaha untuk memperoleh perawatan; sehingga mungkin mengubah suatu
sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan
menjadikan meluasnya penyebaran HIV.
[112]
Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:
- Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan
keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan
menular.[113]
- Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk
mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu
yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.[113]
- Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang yang
berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.[114]
Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma,
terutama yang berhubungan dengan
homoseksualitas,
biseksualitas,
pelacuran,
dan penggunaan narkoba melalui suntikan.
Di banyak
negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS
dengan homoseksualitas atau biseksualitas, yang berkorelasi dengan
tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya sikap-sikap anti
homoseksual.
[115]
Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS dengan
hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara
pasangan yang belum terinfeksi.
[113]
[sunting] Dampak ekonomi
Perubahan angka harapan hidup di beberapa negara di Afrika.
Botswana Zimbabwe Kenya Afrika Selatan Uganda
HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan
jumlah manusia dengan kemampuan produksi (
human capital).
[5]
Tanpa
nutrisi
yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara
berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka
tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas
kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya
ekonomi dan hubungan di daerah. Di daerah yang terinfeksi berat,
epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim piatu yang dirawat oleh
kakek dan neneknya yang telah tua.
[116]
Semakin tingginya tingkat kematian (mortalitas) di suatu daerah akan
menyebabkan mengecilnya populasi pekerja dan mereka yang
berketerampilan. Para pekerja yang lebih sedikit ini akan didominasi
anak muda, dengan pengetahuan dan pengalaman kerja yang lebih sedikit
sehingga produktivitas akan berkurang. Meningkatnya cuti pekerja untuk
melihat anggota keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga akan
mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan
mekanisme produksi dan
investasi sumberdaya manusia (
human capital)
pada masyarakat, yaitu akibat hilangnya pendapatan dan meninggalnya
para orang tua. Karena AIDS menyebabkan meninggalnya banyak orang dewasa
muda, ia melemahkan populasi pembayar pajak, mengurangi dana publik
seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang tidak berhubungan
dengan AIDS. Ini memberikan tekanan pada keuangan negara dan
memperlambat pertumbuhan ekonomi. Efek melambatnya pertumbuhan jumlah
wajib pajak akan semakin terasakan bila terjadi peningkatan pengeluaran
untuk penanganan orang sakit, pelatihan (untuk menggantikan pekerja yang
sakit), penggantian biaya sakit, serta perawatan yatim piatu korban
AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika peningkatan tajam
mortalitas orang dewasa menyebabkan berpindahnya tanggung-jawab dan
penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah, untuk menangani para anak
yatim piatu tersebut.
[116]
Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan
meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya
pendapatan menyebabkan berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek
pengalihan dari pengeluaran pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan
penguburan. Penelitian di
Pantai
Gading menunjukkan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS
mengeluarkan biaya dua kali lebih banyak untuk perawatan medis daripada
untuk pengeluaran rumah tangga lainnya.
[117]
[sunting] Penyangkalan atas AIDS
Sekelompok kecil aktivis, diantaranya termasuk beberapa ilmuwan yang
tidak meneliti AIDS, mempertanyakan tentang adanya hubungan antara HIV
dan AIDS,
[118]
keberadaan HIV itu sendiri,
[119]
serta kebenaran atas percobaan dan metode perawatan yang digunakan
untuk menanganinya. Klaim mereka telah diperiksa dan secara luas ditolak
oleh komunitas ilmiah,
[120]
walaupun terus saja disebarkan melalui
Internet
dan sempat memiliki pengaruh politik di
Afrika Selatan melalui mantan presiden
Thabo
Mbeki, yang menyebabkan pemerintahnya disalahkan atas respon yang
tidak efektif terhadap epidemik AIDS di negara tersebut.
[121][122][123]
- ^ Marx, J. L. (1982). "New disease baffles
medical community". Science 217 (4560): 618–621. PubMed.
- ^
Divisions of HIV/AIDS Prevention (2003). "HIV and Its
Transmission". Centers for Disease Control & Prevention. http://www.cdc.gov/HIV/pubs/facts/transmission.htm. Diakses pada 23 Mei 2006.
- ^ San Francisco AIDS Foundation (2006-04-14).
"How HIV is spread". http://www.sfaf.org/aids101/transmission.html. Diakses pada 23 Mei 2006.
- ^ Gao, F., Bailes, E., Robertson, D. L., Chen,
Y., Rodenburg, C. M., Michael, S. F., Cummins, L. B., Arthur, L. O.,
Peeters, M., Shaw, G. M., Sharp, P. M. and Hahn, B. H. (1999). "Origin
of HIV-1 in the Chimpanzee Pan troglodytes troglodytes". Nature 397
(6718): 436–441. PubMed
DOI:10.1038/17130.
- ^ a
b
c
d
e
f
g
h
i
UNAIDS
(2006). "Overview
of the global AIDS epidemic" (PDF). 2006 Report on the global
AIDS epidemic. http://data.unaids.org/pub/GlobalReport/2006/2006_GR_CH02_en.pdf. Diakses pada 8 Juni 2006.
- ^ a
b
Palella, F. J. Jr, Delaney, K. M.,
Moorman, A. C., Loveless, M. O., Fuhrer, J., Satten, G. A., Aschman and
D. J., Holmberg, S. D. (1998). "Declining morbidity and mortality among
patients with advanced human immunodeficiency virus infection. HIV
Outpatient Study Investigators". N. Engl. J. Med 338 (13):
853–860. PubMed.
- ^ Holmes, C. B., Losina, E., Walensky, R. P.,
Yazdanpanah, Y., Freedberg, K. A. (2003). "Review of human
immunodeficiency virus type 1-related opportunistic infections in
sub-Saharan Africa". Clin. Infect. Dis. 36 (5): 656–662. PubMed.
- ^ Guss, D. A. (1994). "The acquired immune
deficiency syndrome: an overview for the emergency physician, Part 1". J.
Emerg. Med. 12 (3): 375–384. PubMed.
- ^ Guss, D. A. (1994). "The acquired immune
deficiency syndrome: an overview for the emergency physician, Part 2". J.
Emerg. Med. 12 (4): 491–497. PubMed.
- ^ Dahulu
pernah dinamakan Pneumocystis carinii pneumonia (PCP), dan
sekarang singkatannya masih digunakan tetapi merupakan kependekan dari Pneumocystis
pneumonia.
- ^
Feldman, C. (2005). "Pneumonia
associated with HIV infection". Curr. Opin. Infect. Dis. 18
(2): 165–170. PubMed.
- ^ Decker, C. F. and Lazarus, A. (2000).
"Tuberculosis and HIV infection. How to safely treat both disorders
concurrently". Postgrad Med. 108 (2): 57–60, 65–68. PubMed.
- ^ Zaidi, S. A. & Cervia, J. S. (2002).
"Diagnosis and management of infectious esophagitis associated with
human immunodeficiency virus infection". J. Int. Assoc. Physicians
AIDS Care (Chic Ill) 1 (2): 53–62. PubMed.
- ^
Guerrant, R. L., Hughes, J. M., Lima, N.
L., Crane, J. (1990). "Diarrhea in developed and developing countries:
magnitude, special settings, and etiologies". Rev. Infect. Dis. 12
(Suppl 1): S41–S50. PubMed.
- ^ Luft, B. J. and Chua, A. (2000). "Central
Nervous System Toxoplasmosis in HIV Pathogenesis, Diagnosis, and
Therapy". Curr. Infect. Dis. Rep. 2 (4): 358–362. PubMed.
- ^ Sadler, M. and Nelson, M. R. (1997).
"Progressive multifocal leukoencephalopathy in HIV". Int. J. STD AIDS
8 (6): 351–357. PubMed.
- ^ Gray, F., Adle-Biassette, H., Chrétien, F.,
Lorin de la Grandmaison, G., Force, G., Keohane, C. (2001).
"Neuropathology and neurodegeneration in human immunodeficiency virus
infection. Pathogenesis of HIV-induced lesions of the brain,
correlations with HIV-associated disorders and modifications according
to treatments". Clin. Neuropathol. 20 (4): 146–155. PubMed.
- ^ Grant, I., Sacktor, H., and McArthur, J. (2005). "HIV
neurocognitive disorders". di dalam H. E. Gendelman, I. Grant, I.
Everall, S. A. Lipton, and S. Swindells. (ed.) (PDF). The Neurology
of AIDS (edisi ke-2nd). London, UK: Oxford University Press.
hlm. 357–373. ISBN 0-19-852610-5. http://www.hnrc.ucsd.edu/publications_pdf/2005grant1.pdf.
- ^
Satishchandra, P., Nalini, A.,
Gourie-Devi, M., Khanna, N., Santosh, V., Ravi, V., Desai, A.,
Chandramuki, A., Jayakumar, P. N., and Shankar, S. K. (2000). "Profile
of neurologic disorders associated with HIV/AIDS from Bangalore, South
India (1989–1996)". Indian J. Med. Res. 11: 14–23. PubMed.
- ^ Wadia, R. S., Pujari, S. N., Kothari, S.,
Udhar, M., Kulkarni, S., Bhagat, S., and Nanivadekar, A. (2001).
"Neurological manifestations of HIV disease". J. Assoc. Physicians
India 49: 343–348. PubMed.
- ^
Boshoff, C. and Weiss, R. (2002).
"AIDS-related malignancies". Nat. Rev. Cancer 2 (5):
373–382. PubMed.
- ^
Yarchoan, R., Tosatom G. and Littlem R.
F. (2005). "Therapy insight: AIDS-related malignancies — the influence
of antiviral therapy on pathogenesis and management". Nat. Clin.
Pract. Oncol. 2 (8): 406–415. PubMed.
- ^ Bonnet, F., Lewden, C., May, T., Heripret, L.,
Jougla, E., Bevilacqua, S., Costagliola, D., Salmon, D., Chene, G. and
Morlat, P. (2004). "Malignancy-related causes of death in human
immunodeficiency virus-infected patients in the era of highly active
antiretroviral therapy". Cancer 101 (2): 317–324. PubMed.
- ^
Skoulidis, F., Morgan, M. S., and
MacLeod, K. M. (2004). "Penicillium marneffei: a pathogen on our
doorstep?". J. R. Soc. Med. 97 (2): 394–396. PubMed.
- ^ a
b
c
Morgan, D., Mahe, C., Mayanja, B.,
Okongo, J. M., Lubega, R. and Whitworth, J. A. (2002). "HIV-1 infection
in rural Africa: is there a difference in median time to AIDS and
survival compared with that in industrialized countries?". AIDS 16
(4): 597–632. PubMed.
- ^
Clerici, M., Balotta, C., Meroni, L.,
Ferrario, E., Riva, C., Trabattoni, D., Ridolfo, A., Villa, M., Shearer,
G.M., Moroni, M. and Galli, M. (1996). "Type 1 cytokine production and
low prevalence of viral isolation correlate with long-term non
progression in HIV infection". AIDS Res. Hum. Retroviruses. 12
(11): 1053–1061. PubMed.
- ^ Morgan, D., Mahe, C., Mayanja, B. and
Whitworth, J. A. (2002). "Progression to symptomatic disease in people
infected with HIV-1 in rural Uganda: prospective cohort study". BMJ
324 (7331): 193–196. PubMed.
- ^
Gendelman, H. E., Phelps, W.,
Feigenbaum, L., Ostrove, J. M., Adachi, A., Howley, P. M., Khoury, G.,
Ginsberg, H. S. and Martin, M. A. (1986). "Transactivation of the human
immunodeficiency virus long terminal repeat sequences by DNA viruses". Proc.
Natl. Acad. Sci. U. S. A. 83 (24): 9759–9763. PubMed.
- ^
Bentwich, Z., Kalinkovich., A. and
Weisman, Z. (1995). "Immune activation is a dominant factor in the
pathogenesis of African AIDS.". Immunol. Today 16 (4):
187–191. PubMed.
- ^
Contohnya adalah orang dengan mutasi CCR5-Δ32 (delesi 32 nukleotida pada
gen penyandi reseptor chemokine CCR5 yang memengaruhi fungsi sel
T) yang kebal terhadap beberapa galur HIV.Tang, J. and Kaslow, R. A. (2003). "The impact of host genetics
on HIV infection and disease progression in the era of highly active
antiretroviral therapy". AIDS 17 (Suppl 4): S51–S60. PubMed.
- ^
Quiñones-Mateu, M. E., Mas, A., Lain de
Lera, T., Soriano, V., Alcami, J., Lederman, M. M. and Domingo, E.
(1998). "LTR and tat variability of HIV-1 isolates from patients with
divergent rates of disease progression". Virus Research 57
(1): 11–20. PubMed.
- ^
Campbell, G. R., Pasquier, E., Watkins,
J., Bourgarel-Rey, V., Peyrot, V., Esquieu, D., Barbier, P., de Mareuil,
J., Braguer, D., Kaleebu, P., Yirrell, D. L. and Loret E. P. (2004).
"The glutamine-rich region of the HIV-1 Tat protein is involved in
T-cell apoptosis". J. Biol. Chem. 279 (46): 48197–48204. PubMed.
- ^
Kaleebu P, French N, Mahe C, Yirrell D,
Watera C, Lyagoba F, Nakiyingi J, Rutebemberwa A, Morgan D, Weber J,
Gilks C, Whitworth J. (2002). "Effect of human immunodeficiency virus
(HIV) type 1 envelope subtypes A and D on disease progression in a large
cohort of HIV-1-positive persons in Uganda". J. Infect. Dis. 185
(9): 1244–1250. PubMed.
- ^
Rothenberg, R. B., Scarlett, M., del
Rio, C., Reznik, D., O'Daniels, C. (1998). "Oral transmission of HIV". AIDS
12 (16): 2095–2105. PubMed.
- ^ Koenig, Michael et al (2004). "Coerced first
intercourse and reproductive health among adolescent women in Rakai,
Uganda". International Family Planning Perspectives 30
(4:156): 156.
- ^ a
b
Laga, M., Nzila, N., Goeman, J. (1991).
"The interrelationship of sexually transmitted diseases and HIV
infection: implications for the control of both epidemics in Africa". AIDS
5 (Suppl 1): S55–S63. PubMed.
- ^
Tovanabutra, S., Robison, V.,
Wongtrakul, J., Sennum, S., Suriyanon, V., Kingkeow, D., Kawichai, S.,
Tanan, P., Duerr, A., Nelson, K. E. (2002). "Male viral load and
heterosexual transmission of HIV-1 subtype E in northern Thailand". J.
Acquir. Immune. Defic. Syndr. 29 (3): 275–283. PubMed.
- ^ Sagar, M., Lavreys, L., Baeten, J. M.,
Richardson, B. A., Mandaliya, K., Ndinya-Achola, J. O., Kreiss, J. K.,
Overbaugh, J. (2004). "Identification of modifiable factors that affect
the genetic diversity of the transmitted HIV-1 population". AIDS 18
(4): 615–619. PubMed.
- ^
Lavreys, L., Baeten, J. M., Martin, H.
L. Jr., Overbaugh, J., Mandaliya, K., Ndinya-Achola, J., and Kreiss, J.
K. (2004). "Hormonal contraception and risk of HIV-1 acquisition:
results of a 10-year prospective study". AIDS 18 (4):
695–697. PubMed.
- ^ a
b
Fan, H. (2005). Fan, H., Conner, R. F. and
Villarreal, L. P. eds. ed. AIDS: science and society (edisi
ke-4th). Boston, MA: Jones and Bartlett Publishers. ISBN 0-7637-0086-X.
- ^
WHO (2003-03-17). "WHO,
UNAIDS Reaffirm HIV as a Sexually Transmitted Disease". http://64.233.179.104/search?q=cache:adH68_6JGG8J:tokyo.usembassy.gov//e/p/tp-20030317a3.html+site:tokyo.usembassy.gov+HIV+healthcare+injection&hl=en&gl=us&ct=clnk&cd=1. Diakses pada 17 Januari 2006.
- ^ Physicians for Human Rights (2003-03-13).
"HIV
Transmission in the Medical Setting: A White Paper by Physicians for
Human Rights". Partners in Health. http://www.phrusa.org/campaigns/aids/who_031303.html. Diakses pada 1 Maret 2006.
- ^
WHO (2001). "Blood
safety....for too few". http://www.who.int/inf-pr-2000/en/pr2000-25.html. Diakses pada 17 Januari 2006.
- ^ a
b
Coovadia, H. (2004). "Antiretroviral
agents—how best to protect infants from HIV and save their mothers from
AIDS". N. Engl. J. Med. 351 (3): 289–292. PubMed.
- ^
Coovadia HM, Bland RM (2007).
"Preserving breastfeeding practice through the HIV pandemic". Trop.
Med. Int. Health. 12 (9): 1116–1133. PMID
17714431.
- ^ World Health Organization (1990). "Interim
proposal for a WHO staging system for HIV infection and disease". WHO
Wkly Epidem. Rec. 65 (29): 221–228. PubMed.
- ^
Centers for Disease Control (CDC)
(1982). "Persistent, generalized lymphadenopathy among homosexual
males.". MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 31 (19): 249–251. PubMed.
- ^ Barré-Sinoussi, F., Chermann, J. C., Rey, F.,
Nugeyre, M. T., Chamaret, S., Gruest, J., Dauguet, C., Axler-Blin, C.,
Vezinet-Brun, F., Rouzioux, C., Rozenbaum, W. and Montagnier, L. (1983).
"Isolation of a T-lymphotropic retrovirus from a patient at risk for
acquired immune deficiency syndrome (AIDS)". Science 220
(4599): 868–871. PubMed.
- ^
Centers for Disease Control (CDC)
(1982). "Update on acquired immune deficiency syndrome (AIDS)—United
States.". MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 31 (37): 507–508;
513–514. PubMed.
- ^ CDC
(1992). "1993
Revised Classification System for HIV Infection and Expanded
Surveillance Case Definition for AIDS Among Adolescents and Adults".
CDC. http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/00018871.htm. Diakses pada 9 Februari 2006.
- ^ a
b
Kumaranayake, L. and Watts, C. (2001).
"Resource allocation and priority setting of HIV/AIDS interventions:
addressing the generalized epidemic in sub-Saharan Africa". J. Int.
Dev. 13 (4): 451–466. doi:10.1002/jid.798.
- ^ Smith, D. K., Grohskopf, L. A., Black, R. J.,
Auerbach, J. D., Veronese, F., Struble, K. A., Cheever, L., Johnson, M.,
Paxton, L. A., Onorato, I. A., Greenberg, A. E. (2005). "Antiretroviral
Postexposure Prophylaxis After Sexual, Injection-Drug Use, or Other
Nonoccupational Exposure to HIV in the United States". MMWR 54
(RR02): 1–20. http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5402a1.htm#tab1.
- ^
Donegan, E., Stuart, M., Niland, J. C.,
Sacks, H. S., Azen, S. P., Dietrich, S. L., Faucett, C., Fletcher, M.
A., Kleinman, S. H., Operskalski, E. A., et al. (1990).
"Infection with human immunodeficiency virus type 1 (HIV-1) among
recipients of antibody-positive blood donations". Ann. Intern. Med.
113 (10): 733–739. PubMed.
- ^ Kaplan, E. H. and Heimer, R. (1995). "HIV
incidence among New Haven needle exchange participants: updated
estimates from syringe tracking and testing data". J. Acquir. Immune
Defic. Syndr. Hum. Retrovirol. 10 (2): 175–176. PubMed.
- ^ a
b
c
d
European Study Group on Heterosexual
Transmission of HIV (1992). "Comparison of female to male and male to
female transmission of HIV in 563 stable couples". BMJ. 304
(6830): 809–813. PubMed.
- ^ a
b
c
d
e
f
Varghese, B., Maher, J. E., Peterman, T.
A., Branson, B. M. and Steketee, R. W. (2002). "Reducing the risk of
sexual HIV transmission: quantifying the per-act risk for HIV on the
basis of choice of partner, sex act, and condom use". Sex. Transm.
Dis. 29 (1): 38–43. PubMed.
- ^ Bell, D. M. (1997). "Occupational risk of
human immunodeficiency virus infection in healthcare workers: an
overview.". Am. J. Med. 102 (5B): 9–15. PubMed.
- ^
Leynaert, B., Downs, A. M. and de
Vincenzi, I. (1998). "Heterosexual transmission of human
immunodeficiency virus: variability of infectivity throughout the course
of infection. European Study Group on Heterosexual Transmission of
HIV". Am. J. Epidemiol. 148 (1): 88–96. PubMed.
- ^ "Facts about AIDS & HIV". http://www.avert.org/aids.htm. Diakses pada 14 Desember 2006.
- ^ Johnson
AM & Laga M, Heterosexual transmission of HIV, AIDS, 1988,
2(suppl. 1):S49-S56; N'Galy B & Ryder RW, Epidemiology of HIV
infection in Africa, Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes,
1988, 1(6):551-558; dan Deschamps M et al., Heterosexual transmission
of HIV in Haiti, Annals of Internal Medicine, 1996,
125(4):324-330.
- ^ Cayley, W. E. Jr. (2004). "Effectiveness of
condoms in reducing heterosexual transmission of HIV". Am. Fam.
Physician 70 (7): 1268–1269. PubMed.
- ^ Durex. "Module
5/Guidelines for Educators" (Microsoft Word). http://www.durex.com/cm/assets/SexEdDownloads/Module_5_condoms.doc. Diakses pada 17 April 2006.
- ^ PATH (2006). "The female condom: significant
potential for STI and pregnancy prevention". Outlook 22
(2).
- ^
WHO (August, 2003). "Condom
Facts and Figures". http://www.wpro.who.int/media_centre/fact_sheets/fs_200308_Condoms.htm. Diakses pada 17 Januari 2006.
- ^ Dias, S. F., Matos, M. G. and Goncalves, A. C.
(2005). "Preventing HIV transmission in adolescents: an analysis of the
Portuguese data from the Health Behaviour School-aged Children study
and focus groups". Eur. J. Public Health 15 (3): 300–304. PubMed.
- ^
NIAID
(2006-12-13). "Adult
Male Circumcision Significantly Reduces Risk of Acquiring HIV: Trials
Kenya and Uganda Stopped Early". http://www3.niaid.nih.gov/news/newsreleases/2006/AMC12_06.htm. Diakses pada 15 Desember 2006.
- ^
Pendekatan ABC oleh Pemerintah Amerika Serikat:
- Abstinence or delay of sexual activity, especially for
youth (berpantang atau menunda kegiatan seksual, terutama bagi
remaja),
- Being faithful, especially for those in committed
relationships (setia pada pasangan, terutama bagi orang yang sudah
memiliki pasangan),
- Condom use, for those who engage in risky behavior
(penggunaan kondom, bagi orang yang melakukan perilaku berisiko).
- ^
"Yayasan
Bhakti Gelar Orasi Panggung", Bali Post, 2 Desember 2003, http://www.balipost.com/balipostcetak/2003/12/2/n2.htm
- ^
Sperling, R. S., Shapirom D. E., Coombsm
R. W., Todd, J. A., Herman, S. A., McSherry, G. D., O'Sullivan, M. J.,
Van Dyke, R. B., Jimenez, E., Rouzioux, C., Flynn, P. M., Sullivan, J.
L. (1996). "Maternal viral load, zidovudine treatment, and the risk of
transmission of human immunodeficiency virus type 1 from mother to
infant". N. Engl. J. Med. 335 (22): 1621–1629. PubMed.
- ^ Berry, S. (2006-06-08).
"Children, HIV and AIDS".
avert.org. http://www.avert.org/children.htm. Diakses pada 15 Juni 2006.
- ^ a
b
Department of Health and Human Services (February,
2006). "A Pocket
Guide to Adult HIV/AIDS Treatment February 2006 edition". http://hab.hrsa.gov/tools/HIVpocketguide/PktGPEP.htm. Diakses pada 1 September 2006.
- ^
Department of Health and Human Services (February,
2006). "A
Pocket Guide to Adult HIV/AIDS Treatment February 2006 edition". http://hab.hrsa.gov/tools/HIVpocketguide/PktGARTtables.htm. Diakses pada 1 September 2006.
- ^
Department of Health and Human Services Working
Group on Antiretroviral Therapy and Medical Management of HIV-Infected
Children (3 November, 2005). "Guidelines
for the Use of Antiretroviral Agents in Pediatric HIV Infection"
(PDF). http://www.aidsinfo.nih.gov/ContentFiles/PediatricGuidelines_PDA.pdf. Diakses pada 17 Januari 2006.
- ^
Department of Health and Human Services Panel on
Clinical Practices for Treatment of HIV Infection (October 6, 2005). "Guidelines
for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected Adults and
Adolescents" (PDF). http://aidsinfo.nih.gov/ContentFiles/AdultandAdolescentGL.pdf. Diakses pada 17 Januari 2006.
- ^
Martinez-Picado, J., DePasquale, M. P.,
Kartsonis, N., Hanna, G. J., Wong, J., Finzi, D., Rosenberg, E.,
Gunthard, H. F., Sutton, L., Savara, A., Petropoulos, C. J., Hellmann,
N., Walker, B. D., Richman, D. D., Siliciano, R. and D'Aquila, R. T.
(2000). "Antiretroviral resistance during successful therapy of human
immunodeficiency virus type 1 infection". Proc. Natl. Acad. Sci. U.
S. A. 97 (20): 10948–10953. PubMed.
- ^ Dybul, M., Fauci, A. S., Bartlett, J. G.,
Kaplan, J. E., Pau, A. K.; Panel on Clinical Practices for Treatment of
HIV. (2002). "Guidelines for using antiretroviral agents among
HIV-infected adults and adolescents". Ann. Intern. Med. 137
(5 Pt 2): 381–433. PubMed.
- ^
Blankson, J. N., Persaud, D., Siliciano,
R. F. (2002). "The challenge of viral reservoirs in HIV-1 infection". Annu.
Rev. Med. 53: 557–593. PubMed.
- ^
Palella, F. J., Delaney, K. M., Moorman,
A. C., Loveless, M. O., Fuhrer, J., Satten, G. A., Aschman, D. J. and
Holmberg, S. D. (1998). "Declining morbidity and mortality among
patients with advanced human immunodeficiency virus infection". N.
Engl. J. Med. 338 (13): 853–860. PubMed.
- ^ Wood, E., Hogg, R. S., Yip, B., Harrigan, P.
R., O'Shaughnessy, M. V. and Montaner, J. S. (2003). "Is there a
baseline CD4 cell count that precludes a survival response to modern
antiretroviral therapy?". AIDS 17 (5): 711–720. PubMed.
- ^ Chene, G., Sterne, J. A., May, M.,
Costagliola, D., Ledergerber, B., Phillips, A. N., Dabis, F., Lundgren,
J., D'Arminio Monforte, A., de Wolf, F., Hogg, R., Reiss, P., Justice,
A., Leport, C., Staszewski, S., Gill, J., Fatkenheuer, G., Egger, M. E.
and the Antiretroviral Therapy Cohort Collaboration. (2003). "Prognostic
importance of initial response in HIV-1 infected patients starting
potent antiretroviral therapy: analysis of prospective studies". Lancet
362 (9385): 679–686. PubMed.
- ^ King, J. T., Justice, A. C., Roberts, M. S.,
Chang, C. H., Fusco, J. S. and the CHORUS Program Team. (2003).
"Long-Term HIV/AIDS Survival Estimation in the Highly Active
Antiretroviral Therapy Era". Medical Decision Making 23
(1): 9–20. PubMed.
- ^ Tassie, J.M., Grabar, S., Lancar, R.,
Deloumeaux, J., Bentata, M., Costagliola, D. and the Clinical
Epidemiology Group from the French Hospital Database on HIV. (2002).
"Time to AIDS from 1992 to 1999 in HIV-1-infected subjects with known
date of infection". Journal of acquired immune deficiency syndromes
30 (1): 81–7. PubMed.
- ^ Becker SL, Dezii CM, Burtcel B, Kawabata H,
Hodder S. (2002). "Young HIV-infected adults are at greater risk for
medication nonadherence". MedGenMed. 4 (3): 21. PubMed.
- ^
Nieuwkerk, P., Sprangers, M., Burger,
D., Hoetelmans, R. M., Hugen, P. W., Danner, S. A., van Der Ende, M. E.,
Schneider, M. M., Schrey, G., Meenhorst, P. L., Sprenger, H. G.,
Kauffmann, R. H., Jambroes, M., Chesney, M. A., de Wolf, F., Lange, J.
M. and the ATHENA Project. (2001). "Limited Patient Adherence to Highly
Active Antiretroviral Therapy for HIV-1 Infection in an Observational
Cohort Study". Arch. Intern. Med. 161 (16): 1962–1968. PubMed.
- ^
Kleeberger, C., Phair, J., Strathdee,
S., Detels, R., Kingsley, L. and Jacobson, L. P. (2001). "Determinants
of Heterogeneous Adherence to HIV-Antiretroviral Therapies in the
Multicenter AIDS Cohort Study". J. Acquir. Immune Defic. Syndr. 26
(1): 82–92. PubMed.
- ^ Heath, K. V., Singer, J., O'Shaughnessy, M.
V., Montaner, J. S. and Hogg, R. S. (2002). "Intentional Nonadherence
Due to Adverse Symptoms Associated With Antiretroviral Therapy". J.
Acquir. Immune Defic. Syndr. 31 (2): 211–217. PubMed.
- ^
Montessori, V., Press, N., Harris, M.,
Akagi, L., Montaner, J. S. (2004). "Adverse effects of antiretroviral
therapy for HIV infection.". CMAJ 170 (2): 229–238. PubMed.
- ^ Saitoh, A., Hull, A. D., Franklin, P. and
Spector, S. A. (2005). "Myelomeningocele in an infant with intrauterine
exposure to efavirenz". J. Perinatol. 25 (8): 555–556. PubMed.
- ^ a
b
c
Ferrantelli F, Cafaro A, Ensoli B.
(2004). "Nonstructural HIV proteins as targets for prophylactic or
therapeutic vaccines". Curr Opin Biotechnol. 15 (6):
543–556. PubMed.
- ^
Laurence J. (2006). "Hepatitis A and B
virus immunization in HIV-infected persons". AIDS Reader 16
(1): 15–17. PubMed.
- ^
Saltmarsh, S. (2005). "Voodoo
or valid? Alternative therapies benefit those living with HIV". Positively
Aware 3 (16): 46. PubMed. http://www.tpan.com/publications/pa/may_jun_05/voodoo.shtml.
- ^ Nicholas PK, Kemppainen JK, Canaval GE, et
al (February 2007). "Symptom
management and self-care for peripheral neuropathy in HIV/AIDS". AIDS
Care 19 (2): 179–89. doi:10.1080/09540120600971083.
PMID
17364396. http://www.informaworld.com/openurl?genre=article&doi=10.1080/09540120600971083&magic=pubmed. Diakses pada 28 April 2008.
- ^ Liu JP, Manheimer E, Yang M (2005). "Herbal
medicines for treating HIV infection and AIDS". Cochrane Database
Syst Rev (3): CD003937. doi:10.1002/14651858.CD003937.pub2.
PMID
16034917.
- ^ a
b
Irlam JH, Visser ME, Rollins N,
Siegfried N (2005). "Micronutrient supplementation in children and
adults with HIV infection". Cochrane Database Syst Rev (4):
CD003650. doi:10.1002/14651858.CD003650.pub2.
PMID
16235333.
- ^ Hurwitz BE, Klaus JR, Llabre MM, et al
(January 2007). "Suppression of human immunodeficiency virus type 1
viral load with selenium supplementation: a randomized controlled
trial". Arch. Intern. Med. 167 (2): 148–54. doi:10.1001/archinte.167.2.148.
PMID
17242315.
- ^
Power R, Gore-Felton C, Vosvick M,
Israelski DM, Spiegel D (June 2002). "HIV: effectiveness of
complementary and alternative medicine". Prim. Care 29
(2): 361–78. PMID
12391716.
- ^ (Inggris)"Hypothyroxinemia in
acquired immune deficiency syndrome (AIDS).". Department of
Radiation Medicine, University of Nigeria Teaching Hospital; Ezeala CC,
Chukwurah E.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7813003. Diakses pada 18 Juli 2010.
- ^ (Inggris)"Hyperthyroidism
stimulates mitochondrial proton leak and ATP turnover in rat hepatocytes
but does not change the overall kinetics of substrate oxidation
reactions". Department of Biochemistry, University of Cambridge;
Harper ME, Brand MD.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7834578. Diakses pada 18 Juli 2010.
- ^ (Inggris)"Chemiosmotic
Gradient: Generation and Maintenance". Department of
Biochemistry & Cell Biology; Rice University. http://www.ruf.rice.edu/~bioslabs/studies/mitochondria/mitogradient.html. Diakses pada 18 Juli 2010.
- ^
UNAIDS
(2006). "Annex
2: HIV/AIDS estimates and data, 2005" (PDF). 2006 Report on the
global AIDS epidemic. http://data.unaids.org/pub/GlobalReport/2006/2006_GR_ANN2_en.pdf. Diakses pada 8 Juni 2006.
- ^
UNAIDS (2001). "Special
Session of the General Assembly on HIV/AIDS Round table 3
Socio-economic impact of the epidemic and the strengthening of national
capacities to combat HIV/AIDS" (PDF). http://data.unaids.org/Publications/External-Documents/GAS26-rt3_en.pdf. Diakses pada 15 Juni 2006.
- ^ CDC
(1981). "Pneumocystis
Pneumonia — Los Angeles". CDC. http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/june_5.htm. Diakses pada 17 Januari 2006.
- ^
Reeves, J. D. and Doms, R. W (2002).
"Human Immunodeficiency Virus Type 2". J. Gen. Virol. 83
(Pt 6): 1253–1265. PubMed.
- ^ Keele, B. F., van Heuverswyn, F., Li, Y. Y.,
Bailes, E., Takehisa, J., Santiago, M. L., Bibollet-Ruche, F., Chen, Y.,
Wain, L. V., Liegois, F., Loul, S., Mpoudi Ngole, E., Bienvenue, Y.,
Delaporte, E., Brookfield, J. F. Y., Sharp, P. M., Shaw, G. M., Peeters,
M., Hahn, B. H. (2006). "Chimpanzee
Reservoirs of Pandemic and Nonpandemic HIV-1". Science Online
2006-05-25.
PubMeddoi:10.1126/science.1126531. http://www.sciencemag.org/cgi/content/abstract/1126531.
- ^
Cohen, J. (2000). "Vaccine Theory of
AIDS Origins Disputed at Royal Society". Science 289
(5486): 1850–1851. PubMed.
- ^
Curtis, T. (1992). "The
origin of AIDS". Rolling Stone (626): 54–59, 61, 106, 108. http://www.uow.edu.au/arts/sts/bmartin/dissent/documents/AIDS/Curtis92.html.
- ^
Hooper, E. (1999). The River : A Journey
to the Source of HIV and AIDS (edisi ke-1st). Boston, MA: Little
Brown & Co. hlm. 1–1070. ISBN 0-316-37261-7.
- ^
Worobey M, Santiago ML, Keele BF,
Ndjango JB, Joy JB, Labama BL, Dhed'A BD, Rambaut A, Sharp PM, Shaw GM,
Hahn BH (2004). "Origin of AIDS: contaminated polio vaccine theory
refuted". Nature 428 (6985): 820. PubMed.
- ^ Berry N, Jenkins A, Martin J, Davis C, Wood D,
Schild G, Bottiger M, Holmes H, Minor P, Almond N (2005).
"Mitochondrial DNA and retroviral RNA analyses of archival oral polio
vaccine (OPV CHAT) materials: evidence of macaque nuclear sequences
confirms substrate identity". Vaccine 23: 1639–1648. PubMed.
- ^
Centers
for Disease Control and Prevention (2004-03-23).
"Oral
Polio Vaccine and HIV / AIDS: Questions and Answers". http://www.cdc.gov/nip/vacsafe/concerns/aids/poliovac-hiv-aids-qa.htm. Diakses pada 20 November 2006.
- ^
UNAIDS
(2006). "The
impact of AIDS on people and societies" (PDF). 2006 Report on
the global AIDS epidemic. http://data.unaids.org/pub/GlobalReport/2006/2006_GR_CH04_en.pdf. Diakses pada 14 Juni 2006.
- ^ Ogden, J. and Nyblade, L. (2005). "Common
at its core: HIV-related stigma across contexts" (PDF). International Center for Research on Women. http://www.icrw.org/docs/2005_report_stigma_synthesis.pdf. Diakses pada 15 Februari 2007.
- ^ a
b
c
Herek, G. M. and Capitanio, J. P. (1999). "AIDS
Stigma and sexual prejudice" (PDF). Am. Behav, Scientist. http://psychology.ucdavis.edu/rainbow/html/abs99_sp.pdf. Diakses pada 27 Maret 2006.
- ^
Snyder M, Omoto AM, Crain AL. (1999).
"Punished for their good deeds: stigmatization for AIDS volunteers". American
Behavioral Scientist 42 (7): 1175–1192.
- ^
Herek GM, Capitanio JP, Widaman KF.
(2002). "HIV-related
stigma and knowledge in the United States: prevalence and trends,
1991–1999" (PDF). Am. J. Public Health. 92 (3):
371–377. http://psychology.ucdavis.edu/rainbow/html/ajph2002.pdf.
- ^ a
b
Greener, R. (2002). "AIDS and macroeconomic
impact". di dalam S, Forsyth (ed.) (PDF). State of The Art: AIDS and
Economics. IAEN. hlm. 49–55.
- ^ Over, M. (1992). "The macroeconomic impact of
AIDS in Sub-Saharan Africa, Population and Human Resources Department". The
World Bank.
- ^
Duesberg, P. H. (1988). "HIV is not the
cause of AIDS". Science 241 (4865): 514, 517. PubMed.
- ^
Papadopulos-Eleopulos, E., Turner, V.
F., Papadimitriou, J., Page, B., Causer, D., Alfonso, H., Mhlongo, S.,
Miller, T., Maniotis, A. and Fiala, C. (2004). "A critique of the
Montagnier evidence for the HIV/AIDS hypothesis". Med Hypotheses 63
(4): 597–601. PubMed.
- ^
Untuk bukti konsensis ilmu pengetahuan bahwa HIV menyebabkan AIDS,
lihat:
- ^ Watson J (2006). "Scientists, activists sue
South Africa's AIDS 'denialists'". Nat. Med. 12 (1): 6. doi:10.1038/nm0106-6a.
PMID
16397537.
- ^ Baleta A (2003). "S Africa's AIDS activists
accuse government of murder". Lancet 361 (9363): 1105. PMID
12672319.
- ^ Cohen J (2000). "South Africa's new enemy". Science
288 (5474): 2168-70. PMID
10896606.
[sunting] Bacaan lanjutan
[sunting] Pranala luar